This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 11 September 2018

Motif Batik Priyangan Tasik

Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat yang saat ini memiliki julukan Sang Mutiara dari Priangan Timur. Julukan tersebut muncul karena tasikmalaya kaya akan potensi alamnya yang begitu indah terletak di wilayah selatan jawa barat. Selain cirebon, pekalongan, solo dan Jogja, tasikmalaya juga memiliki batik yang biasa disebut batik tasikmalaya, juga tergolong pada batik priangan. Kata priangan merupakan sinonim dari parahyangan yang berarti negeri para dewa. Kota yang dijuluki juga sebagai kota santri ini memiliki sentra batik tasikmalaya di desa sukapura kecamatan sukaraja. Secara garis besar batik tasikmalaya memiliki motif batik yang cenderung memberikan kesan semangat kesederhanaan, terbuka, dan pluralis juga memperlihatkan kesan imut dan unyu selaras dengan citra umum wanita sunda.

Sejarah batik Tasikmalaya

Seperti yang di lansir situs web pemerintah propinsi jawa barat yang melakukan wawancara kepada masyarakat setempat, bahwa batik tulis mulai dikenal oleh masyarakat Tasikmalaya pada masa Kerajaan Tarumanegara. Hal tersebut diperkuat dengan jumlah populasi pohon tarum yang cukup banyak guna pembuatan batik pada masa itu. Wilayah Mangunreja, Sukapura, Maronjaya, Wurug, dan Tasikmalaya Kota terdapat jejak sejarah batik tasikmalaya karena memang merupakan area pemerintahan tarumanegara yang berpusat di Sukapura yang berada di pinggiran kota Tasikmalaya. Asal mula batik tasikmalaya adalah gelombang pengungsian penduduk dari wilayah jawa tengah karena terjadinya perang di wilayah tersebut hingga pada akhirnya budaya membatik dibawa sampai sekarang.
Pada masa kejayaannya menurut sejarah batik tasikmalaya, kota ini dijuluki sebagai sentra industri batik di wilayah selatan Jawa Barat. Saat ini masyarakat Tasikmalaya bangkit untuk mengulangi kejayaan masa lalu dengan menggeliatkan kembali produk batik tasikmalaya sebagai komoditi unggulan. Untuk sementara ini bahan baku untuk pembuatan batik tasikmalaya masih mengambil dari kota pekalongan.
Batik tasikmalaya merak ngibing
Batik tasikmalaya merak ngibing

Motif Batik Tasikmalaya

Batik tasikmalaya memiliki tiga jenis motif batik yang populer yaitu Batik Sukapura, Batik Sawoan, dan Batik Tasik. Anda akan dapat membedakan secara sepintas bahwa Batik Sukapura memiliki kemiripan dengan batik madura yang memiliki kontras warna juga ukuran motifnya, sedangkan batik sawoan merupakan salah satu jenis batik yang didominasi warna coklat tua seperti pada buah sawo yang dikombinasikan warna indigo dengan ornamen dasar warna putih, sangat mirip dengan batik solo dan batik cirebon. Untuk batik tasikmalaya sendiri memiliki ciri khas penggunaan warna yang cerah karena pengaruh oleh batik pesisiran.
Motif batik tasikmalaya mempunyai tiga motif batik populer yaitu motif batik burung, motif batik payung, dan motif batik kacang panjang yang sangat kental dengan nuansa kota parahyangan. Beberapa motif pengembangan dari batik tasikmalaya yang lain seperti batik bunga anggrek dengan isen-isen burung, motif batik merak ngibing, motif batik cala culu, motif batik pisang bali, motif batik sapu jagat, dan motif batik awi ngarambat juga ada beberapa motif turunannya yang bermotif seperti akar, balimbing, antanan, guci latar batu, lancah tasik, rereng daun peuteuy papangkah, sente, tsunami udey, merak, gunung kawi, lamban samping, kadaka, lancah sawat ungu, renfiel, rereng orlet, rereng sintung, manuk latar sisik, manuk rereng peutey selong, merak latar haremis, sidomukti payung, taleus sukaraja, sisit naga, dan turih-wajit-Limar. Batik tasikmalaya tidak seperti batik jawa pada umumnya yang memiliki filosofi luhur pada setiap motifnya, namun batik tasikmalaya hanya memberikan pesan bahwa kita harus bersinergi dengan alam untuk menjaga kelestariannya.
Setiap motif batik tasikmalaya dapat kita gunakan menjadi model baju batik modern dengan memadukan antara kontemporer dan kekinian yang dapat kita lihat pada beberapa pagelaran busana akhir-akhir ini pada even Jakarta fashion week.

Gambar batik tasikmalaya

Berikut ini merupakan gambar batik tasikmalaya dengan beberapa motif batik unggulan.


Motif Batik Parang Pulau Jawa(Solo)

Saat ini penggunaan batik sudah tak lagi menjadi hal yang kuno dan dapat dijumpai dengan mudah setiap harinya tak lagi hanya hari Jumat dan hari – hari khusus lainnya. Berbagai macam model dari batik pun telah berkembang luas di masyarakat bahkan saat ini di toko online sudah banyak yang menyediakannya.
Aneka macam batik tersebut memiliki keragaman motif dan keindahan warna yang menunjukkan nilai seni dan budaya yang tinggi. Ragam motif batik ternyata tak hanya indah saja namun juga memiliki makna filosofis yang sangat mendalam.

Salah satu batik tersebut adalah Batik Parang. Batik Parang merupakan salah satu motif batik yang paling tua di Indonesia. Parang berasal dari kata Pereng yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal.

Batik ini merupakan batik asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo) dan dulunya hanya bisa dipakai oleh raja, penguasa, dan ksatria.

Susunan motif S jalin-menjalin tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.

Sebagai salah satu motif batik dasar yang paling tua Batik Parang ini memiliki makna petuah untuk tidak pernah menyerah, ibarat ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik Parang juga menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik dalam arti upaya untuk memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga.

Garis diagonal lurus melambangkan penghormatan dan cita-cita, serta kesetiaan kepada nilai yang sebenarnya. Dinamika dalam pola parang ini juga disebut ketangkasan, kewaspadaan, dan kontituinitas antara pekerja dengan pekerja lain.

Saat ini Batik Parang telah mengalami perkembangan dan muncul dalam berbagai motif yang berbeda namun tetap mencirikan motif batik parang. Beberapa jenis – jenis Batik Parang tersebut yaitu:
  1. Motif Parang Rusak Barong
Caption (Sumber Gambar)
Motif batik parang rusak barong ini berasal dari kata batu karang dan barong (singa). Parang barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya, motif ini hanya boleh digunakan untuk raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.
Caption (Sumber Gambar)
Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta. Kata barong berarti sesuatu yang besar dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif parang rusak barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.

2. Parang Klitik.
Caption (Sumber Gambar)

Motif ini merupakan pola parang dengan stilasi yang halus. Ukurannya pun lebih kecil dan juga menggambarkan citra feminim, Motif ini melambangkan kelemah-lembutan, perilaku halus dan bijaksana. Biasanya digunakan oleh para puteri raja.

3. Parang Slobog.
Caption (Sumber Gambar) Caption (Sumber Gambar)

Pada setiap upacara pelantikan, motif parang siobog harus dipakai sebagai harapan agar pemimpin yang dilantik dapat menerapkan lambang keteguhan, ketelitian, dan kesabaran dalam mengemban tugasnya. Selain itu, parang siobog juga dipakai pada pemakaman raja dengan tujuan agar arwahnya mendapatkan kelancaran dalam perjalanan menuju Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.

4. Parang Kusuma
Caption (Sumber Gambar)

Motif Parang Kusuma mengandung makna hidup harus dilandasi oleh perjuangan untuk mencari keharuman lahir dan batin, yang diibaratkan sebagai keharuman bunga (kusuma). Bagi orang Jawa, hidup di masyarakat yang paling utama dicari adalah keharuman pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Walaupun sulit untuk direalisasikan, namun umumnya orang Jawa berharap bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin.


Sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/03/28/makna-batik-parang-yang-tak-sembarangan

Motif Batik Megamendung Cirebon

Motif batik Megamendung merupakan karya seni batik yang identik dan bahkan menjadi ikon batik daerah Cirebon dan daerah Indonesia lainnya. Motif batik ini mempunyai kekhasan yang tidak ditemui di daerah penghasil batik lain. Bahkan karena hanya ada di Cirebon dan merupakan masterpiece, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI akan mendaftarkan motif megamendung ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai salah satu world heritage.’
Motif megamendung sebagai motif dasar batik sudah dikenal luas sampai ke manca negara. Sebagai bukti ketenarannya, motif megamendung pernah dijadikan cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design, karya seorang berkebangsaan Belanda bernama Pepin van Roojen. Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya. Hal ini berkaitan erat dengan sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) menyatakan bahwa:
Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Pernyataan ini tidak bermaksud membatasi bagaimana motif megamendung diproduksi, tapi lebih kepada ketidaksetujuan penggunaan motif megamendung untuk barang-barang yang sebenarnya kurang pantas, seperti misalnya pelapis sandal di hotel-hotel.

Sejarah motif

Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan cenderung lonjong, lancip dan segitiga.
Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.

Unsur motif

Motif megamendung yang pada awalnya selalu berunsurkan warna biru diselingi warna merah menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena dalam proses pembuatannya ada campur tangan laki-laki. Kaum laki-laki anggota tarekatlah yang pada awalnya merintis tradisi batik. Warna biru dan merah tua juga menggambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka dan egaliter.
Selain itu, warna biru juga disebut-sebut melambangkan warna langit yang luas, bersahabat dan tenang serta melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Warna biru yang digunakan mulai dari warna biru muda sampai dengan warna biru tua. Biru muda menggambarkan makin cerahnya kehidupan dan biru tua menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan dan memberi kehidupan.
Dalam perkembangannya, motif megamendung mengalami banyak perkembangan dan dimodifikasi sesuai permintaan pasar. Motif megamendung dikombinasi dengan motif hewan, bunga atau motif lain. Sesungguhnya penggabungan motif seperti ini sudah dilakukan oleh para pembatik tradisional sejak dulu, namun perkembangannya menjadi sangat pesat dengan adanya campur tangan dari para perancang busana. Selain motif, warna motif megamendung yang awalnya biru dan merah, sekarang berkembang menjadi berbagai macam warna. Ada motif megamendung yang berwarna kuning, hijau, coklat dan lain-lain.

Proses produksi

Proses produksinya yang dahulu dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, dengan pertimbangan ekonomis diproduksi secara besar-besaran dengan cara disablon (printing) di pabrik-pabrik. Walaupun kain bermotif megamendung yang dihasilkan dengan proses seperti ini sebenarnya tidak bisa disebut dengan batik.
Wujud motif megamendungpun yang dulunya hanya dikenal dalam wujud kain batik, sekarang bisa ditemui dalam berbagai macam bentuk barang. Ada yang berupa hiasan dinding lukisan kaca, produk-produk interior seperti ukiran kayu maupun produk-produk peralatan rumah tangga seperti sarung bantal, sprei, taplak meja dan lain-lain.

Pengertian Batik Megamendung

Batik megamendung adalah motig kain batik yang berasal dari daerah Cirebon. Bentuk motif batik khas kota udang ini menyerupai bentuk awan-awan. Motif batik mega mendung terlah menjadi sebuah ikon karya seni kota Cirebon. Motif batik megamendung mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh motif batik di daerah penghasil batik lainnya.
Kain batik mega mendung yang sudah sejak lama dan turun menurun diproduksi oleh masyarakat Cirebon tidak hanya terkenal di kalangan pecinta batik di Indonesia saja. Motif batik mega mendung juga diapresiasi dengan baik oleh masyarakat di luar negeri. Ini terbukti dengan dijadikanya motif batik megamendung sebgai cover salah satu buku yang membahas tentang batik yang berjudul “Batik Design” karya Pepin Van Roojen seorang kebangsaan Belanda.
Selain bangga bahwa motif kain batik mega mendung mendapatkan apresiasi yang baik di dalam dan di luar negeri, kita juga patut untuk tahu pengertian batik mega mendung dari segi sejarah dan filosofi motif batik yang tertuang di atas kain.
Ada beberapa pendapat tentang asal motif batik mega mendung. Ada yang mengatakan bahawa motif mega mendung adalah hasil dari pengaruh pendatang dari negeri China. Yang pada dulu sering singgah di pelabuhan Muara Jati, Cirebon dan dianggap membawa paham Taoisme dimana bentuk awan melambangkan dunia atas atau dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan).
Ada juga yang mengatakan motif batik mega mendung diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk awan dalam beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme. Pengertian batik mega mendung  merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga ada pada dunia kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.

Filosofi Batik MegaMendung

Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif dasar batik sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi masyarakat pecinta batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif Megamendung berasal dari kota Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen bangsa Belanda.
Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk aan dalam beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Nilai-nilai dasar dalam Megamendung
Nilai-nilai dasar dalam seni apapun termasuk dalam seni batik motif megamendung bisa didekati dengan cara sbb:
a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.
Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus.
Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.
Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk Megamendung banyak sekali variasinya. Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya dan ada yang berbentuk bulat tumpul pada ujungnya. Ada pula yang memiliki lekukan berbentuk menyudut pada bagian bentuk lengkungannya. Dengan sendirinya bagi pendesain batik pemula yang tidak terbiasa dengan proses membatik dan tidak mengerti makna filosofi Megamendung, bilamana menggambar Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta kemungkinan akan terjadi kesalahan. Yang harus diperhatikan lagi adalah motif Megamendung hampir mirip dengan motif Wadasan. Akan tetapi tidak sama penempatannya dengan motif Wadasan (perlu dipelajari khusus pada kesempatan berikutnya).
c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.
Perkembangan dunia batik yang semakin berkembang ditambah dengan permintaan batik yang demikian beragamnya, maka motif-motif Megamendung banyak dimodifikasi dengan pendekatan berbagai macam, sbb:
1. Bentuk Motif
Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan dimodifikasi sesuai dengan permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang busana (fashion designer). Tidak dipungkiri bahwa kelompok perancang busana memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan dunia batik termasuk untuk mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung sudah dikombinasi dengan motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya. Sesungguhnya keberadaan motif Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada sejak dahulu dan telah dibuat oleh seniman batik tradisional. Namun belakangan ini setelah diangkat secara total oleh perancang busana maka motif batik Megamendung semakin berkembang pesat.
2. Proses Produksi
Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik tulis dan batik cap, sekarang dikembangkan pula dengan proses produksi sablon (print). Dengan demikian harga produksi bisa ditekan lebih murah. Walaupun kain bermotif Megamendung yang dibuat dengan proses sablon tidak bisa kita namakan batik, namun secara komersil motif Megamendung merupakan sasaran empuk bagi produsen tekstil yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.
3. Bentuk Produksi
Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif Megamendung tidak lagi dalam wujud kain batik. Motif Megamendung digunakan sebagai hiasan dinding lukisan kaca, pada produk interior berupa ukiran kayu, adapula yang dijadikan sebagai produk-produk sarung bantal, sprei, taplak meja (household) dan lain-lain.
Saya setuju dan sangat mendukung pendapat sekelompok pecinta batik yang menjadikan motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Kita sebagai masyarakat yang berkecimpung di dunia batik tidak membatasi bagaimana cara bentuk motif megamendung diproduksi, namun saya tidak setuju bilamana motif-motif megamendung dengan berbagai bentuk dijadikan barang produksi berupa pelapis sandal di hotel-hotel.


Sumber : https://tsutisno.wordpress.com/2013/03/27/batik-megamendung-sejarah-dan-filosofi/https://tsutisno.wordpress.com/2013/03/27/batik-megamendung-sejarah-dan-filosofi/

Minggu, 09 September 2018

Rumah Bubungan Lima Bengkulu


Rumah Bubungan Lima termasuk dalam jenis rumah panggung. Nama Bubungan lima merujuk pada bentuk atap dari rumah panggung tersebut. Selain itu rumah panggung ini memiliki bentuk atap lainnya, seperti “bubungan limas”, “bubungan haji”, dan “bubungan jembatan”.

Bahan

Bahan utama rumah adat ini adalah kayu medang kemuning atau surian balam, yang berkarakter lembut namun tahan lama. Untuk lantainya terbuat dari papan dan atapnya terbuat dari ijuk enau atau sirap. Pada bagian depan rumah, terdapat tangga untuk naik-turun rumah, yang jumlahnya biasanya ganjil. Nilai ganjil ini berkaitan dengan nilai adat bengkulu. Rumah Bubungan Lima, merupakan salah satu rumah adat tahan banjir, yang merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Bengkulu.
Fungsi
Rumah Bubungan Lima merupakan rumah dengan fungsi khusus yang digunakan untuk acara adat atau acara khusus, seperti penyambutan tamu, kelahiran, perkawinan, atau kematian.
Ruang dan Fungsinya

Berendo
Ruangan ini digunakan sebagai tempat menerima tamu asing (belum dikenal), atau tamu yang hanya menyampaikan suatu pesan (sebentar). Selain itu juga sebagai tempat bersantai. Selain itu ruangan ini juga sering dipergunakan untuk bermain congkak, karet, dll oleh anak-anak.
Hall
Ruang yang digunakan untuk menerima tamu yang dikenal baik seperti keluarga dekat atau orang yang disegani. Ruangan ini juga digunakan sebagai ruangan keluarga, ruangan belajar bagi anak-anak, dan sewaktu-waktu ruang ini digunakan untuk selamatan atau mufakat sanak famili.

Bilik Gedang
Ruang ini merupakan sebuah kamar tidur yang disebut bilik gedang atau bilik induk. Ruangan ini adalah kamar tidur bagi kepala keluarga serta anak-anak yang masih kecil.

Bilik Gadis
Bilik gadis merupakan kamar untuk anak gadis. Bilik gadis biasanya berdekatan atau berdampingan dengan bilik gedang. Hal ini demi menjaga keamanan dan kemudahan pengawasan terhadap anak gadis mereka.

Ruang Tengah
Ruangan ini biasanya dikosongkan dari perabotan rumah. Di sudut ruangan disediakan beberapa helai tikar bergulung yang fungsinya untuk menerima tamu bagi ibu rumah tangga atau keluarga dekat bagi si gadis. Selain itu juga sebagai tempat belajar mengaji dan juga merupakan tempat tidur bagi anak yang masih bujang dan tidak memiliki kamar.

Ruang Makan
Ruangan ini sebagai tempat makan keluarga. Pada rumah kecil yang biasanya tidak terdapat ruang makan, mereka menggunakan ruang tengah. Bila ada tamu bukan keluarga dekat, maka untuk mengajak tamu makan bersama digunakan ruangan hal.

Garang
Ruangan ini untuk tempat penyimpanan tempayan air atau gerigik, tempat mencuci piring dan mencuci kaki sebelum masuk rumah atau dapur

Dapur
Ruangan yang digunakan untuk memasak

Berendo Belakang
Berendo atau serambi belakang merupakan tempat bersantai bagi kaum wanita.
Itulah penjelasan singkat mengenai rumah Bubungan lima. Di Provinsi Bengkulu juga terdapat rumah adat yang lain seperti Rumah Umeak Potong Jang, Rumah Kubung Beranak, Rumah Patah Sembilan, dan lain sebagainya.

Sumber : http://dunia-kesenian.blogspot.com/2014/10/rumah-adat-bubungan-lima-daerah-bengkulu.html

Rumah Selaso Jatuh Kembar Riau

Rumah tradisional masyarakat Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama, dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll. Selaso jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah.

Asal Usul
Pada tahun 1971, pemerintah pusat hendak membangun TMII (Taman Mini Indonesia Indah) dan tiap-tiap daerah harus menentukan satu jenis rumah adat untuk dibuatkan Anjungan rumah adat sebagai representasi resmi rumah adat di daerah propinsi tersebut.
Saat itu Gubernur Riau adalah Arifin Ahmad membentuk tim 9 yang terdiri dari budayawan dan pemikir Melayu. Tim 9 ini bertugas untuk mendesain dan membuat Rumah Adat Riau dengan melakukan riset keliling Riau. Kemudian lahirlah sebuah arsitektur rumah adat Riau dengan nama Selaso Jatuh Kembar. Kemudian Rumah Selaso Jatuh Kembar dipopulerkan dan ditetapkan oleh Gubernur Riau Imam Munandar sebagai Rumah Adat kebudayaan masyarakat Riau.
Rumah Selaso Jatuh Kembar adalah sejenis bangunan berbentuk rumah (dilingkupi dinding, berpintu dan jendela) tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat karena tidak memiliki serambi atau kamar.
Denah rumah Selaso Jatuh Kembar hanya memiliki Selasar di bagian depan. Tengah rumah pada bagian tengah dengan bersekat papan antara selasar dan telo. Kemudian bentuk rumah mengecil pada bagian telo yang berguna sebagai tempat makan, dll. Dan pada bagian belakang terdapat dapur.
Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran. Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selasar dalam bahasa melayu disebut dengan Selaso.
Arah rumah tradisional masyarakat Riau dibangun menghadap ke sungai. Ini karena masyarakat tardisional Riau menggunakan sungai sebagai sarana transportasi. Maka tak heran jika kita akan menemukan banyak perkampungan masyarakat Riau terletak di sepanjang pinggiran sungai Siak, Mandau, Siak Kecil dan pada anak sungai di pedalam lainnya.
Corak Rumah Adat
Rumah adat ini dihiasi dengan corak dasar Melayu Riau yang umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Corak yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Kalau dilihat sejak jaman dahulu, corak gaya arsitektur bangunan dan seni ukir masyarakat Riau sangat kuat dipengaruhi oleh corak Hindu-Budha. Peralihan gaya pada corak ini karena pada umumnya masyarakat Riau telah beragama Islam. Sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus pada hal-hal yang berbau berhala. Kelahiran tulisan melayu (aksara arab) dan corak seni ukir flora masyarakat Melayu Riau dahulu dilatarbelakangi oleh perkembangan Agama Islam mulai dari jaman kerajaan Malaka.
Corak hewan yang digunakan umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan setempat. Corak semut beriring bermakna sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Corak lebah, disebut lebah bergantung, bermakna sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.
Selain itu ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu seperti wajik (Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran.

Makna Hiasan

Selembayung
Selembayung disebut juga  selo bayung  dan tanduk buang adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan. Setiap pertemuan sudut atap bangunan rumah adat ini di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu.

Lambai lambai
Lambai-lambai adalah hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah, melambangkan sikap ramah tamah.

Klik-klik
Hiasan Klik klik disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.
 

Rumah Bolon Sumatera Utara

Rumah adat suku Batak di daerah Sumatera Utara namanya Rumah Bolon atau sering disebut dengan Rumah Gorga. Rumah ini menjadi simbol keberadaan masyarakat Batak yang hidup di daerah tersebut.
Enam Jenis Rumah Bolon
Suku Batak di Sumatera Utara terdiri dari beberapa jenis, yaitu Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Angkola. Oleh sebab itu, jenis Rumah Bolon yang ada juga terdiri dari beberapa sesuai dengan keenam jenis suku Batak tadi. Setiap rumah mempunyai ciri khas masing-masing.
Jumlah Rumah Bolon Tinggal Sedikit
Pada zaman dulu, masyarakat di Sumatera Utara memang tinggal dan hidup di Rumah Bolon, tetapi seiring perkembangan zaman, jumlah Rumah Bolon pun semakin berkurang. Sehingga cukup sulit kita bisa menemukan rumah ini. Konon, dulu Rumah Bolon ditinggali oleh 13 raja dari Sumatera Utara.
Meskipun masing-masing rumah memiliki ciri khas, pada dasarnya Rumah Bolon memiliki bentuk yang hampir sama. Rumah ini berbentuk persegi panjang, layaknya rumah panggung, ada banyak tiang penyangga setinggi 1,75 meter. Karena tiang tersebut cukup tinggi, maka penghuni rumah atau tamu yang akan masuk harus menggunakan tangga yang jumlahnya selalu ganjil.
Makna Ornamen yang Ada di Rumah Bolon
Rumah bolon biasanya dapat ditempati lima sampai enam keluarga. Di rumah ini kita bisa melihat ada banyak hiasan ukiran khas Batak, seperti ornamen yang biasanya dilambangkan sebagai tanda penolak bala (bahaya, penyakit, dan lainnya). Ornamen ini sering disebut dengan Gorga.
Ukiran ornamen tersebut sering dibubuhkan pada dinding rumah bagian luar, yaitu di atas pintu yang berupa lukisan berwarna merah, hitam, dan putih. Bentuknya ada beberapa jenis, seperti bentuk cicak, ular, atau kerbau dan ketiganya memiliki makna tertentu.
Gorga yang dilukis dengan bentuk cicak memiliki arti bahwa orang Batak mampu bertahan hidup di manapun dia berada, meskipun dia sedang merantau di daerah yang sangat jauh. Orang Batak juga diharapkan dapat memelihara rasa persaudaraan yang kuat dan tidak terputus jika bertemu dengan sesama sukunya, meski berada di daerah lain, yang bukan daerah asal mereka.
Bentuk ornamen ular pada rumah terkait dengan kepercayaan masyarakat zaman dulu. Menurut mereka, rumah yang dimasuki oleh ular menandakan bahwa penghuninya akan mendapatkan berkah yang berlimpah.
Nah, kalau makna gorga dengan bentuk kerbau adalah sebagai ucapan terima kasih atas kerja keras kerbau yang telah membantu manusia dalam mengerjakan ladang pertanian.
Keindahan Rumah Bolon
Rumah bolon memiliki keindahan yang khas, yaitu terletak pada atap rumah yang bentuknya lancip di bagian depan dan belakang. Bagian depan atap rumah ini memang sengaja dibuat lebih panjang dari pada bagian belakangnya. Masyarakat Batak percaya bahwa dengan bentuk atap seperti itu dapat turut mendoakan keturunan dari pemilik rumah tersebut nantinya bisa lebih sukses dari saat ini.

Sumber : http://bobo.grid.id/read/08677247/rumah-bolon-rumah-adat-suku-batak?page=all

Papeda Khas Papua Timur

Makanan Khas Papua PAPEDA, Saat  di bangku Sekolah Dasar, kita pernah diajarkan tentang makanan pokok di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia menyantap nasi namun ada beberapa daerah yang tidak mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya, Seperti misalnya penduduk di kawasan timur Indonesia seperti Maluku dan Papua mereka mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokoknya.

Seiring dengan perkembangan waktu, lambat laun penduduk di Maluku dan Papua mulai beralih mengkonsumsi nasi, terutama di wilayah perkotaan. Namun penduduk setempat masih banyak juga yang mengkonsumsi sagu, terutama di daerah pedalaman atau jika ada pesta perkawinan. Salah satu makanan dengan dengan bahan olahan sagu yang paling terkenal adalah papeda  atau biasa disebut bubur sagu. Berikut penjelasannya: 
 
Papeda atau bubur sagu, merupakan makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua. Makanan ini terdapat di hampir semua daerah di Maluku dan Papua.

Papeda dibuat dari tepung sagu. Pembuatnya para penduduk di pedalaman Papua. Tepung sagu dibuat dengan cara menokok batang sagu. Pohon yang bagus untuk dibuat sagu adalah pohon yang berumur antara tiga hingga lima tahun.

Mula-mula pokok sagu dipotong. Lalu bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar. Dari sari pati ini diperoleh tepung sagu murni yang siap diolah. Tepung sagu kemudian disimpan di dalam alat yang disebut tumang.

Papeda biasanya disantap bersama kuah kuning, yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan mubara dan dibumbui kunyit dan jeruk nipis.(Wikipedia)


Berikut Ini Cara Membuat Papeda:
Bahan membuat papeda:
100 gr tepung sagu
1000 cc air
1/2 sdt garam
1/2 sdt gula 
Cara Membuat Papeda: 
1. Cairkan tepung sagu dengan 300 ml air
2. Tambahkan garam dan gula
3. Didihkan sisa air
4. Tuang air yang sudah mendidih ke dalam larutan tepung sagu, aduk  perlahan sehingga sagu matang merata5. Papeda dikatakan sudah matang jika sudah berwarna bening jika masih belum merata matangnya adonan bisa dimasak di atas api kecil sambil terus diaduk
6. Jika sudah bening angkat dan sajikan hangat.


Papeda ini ibarat nasi. Jadi perlu lauk pauk juga saat menyantapnya. Tidak terbayang kan kalau makan nasi tanpa lauk pauk  Begitu juga Papeda. Biasanya disajikan dengan sup ikan kuah kuning. Biasanya ikan yang dimasak adalah ikan tude, ikan tongkol atau ikan mubara. Tergantung ikan mana yang ingin kita santap. Sebagai bumbu penyedap cukup ditambah bumbu kunyit dan jeruk nipis.

Cara makannya pun memiliki khas tersendiri. Setelah mengambil papeda secukupnya ke dalam piring dan mengambil ikan sup kuah kuning kita tinggal melahapnya. Cukup menautkan telunjuk dan jempol untuk mengambil Papeda dan langsung menyeruputnya. Praktis tidak perlu dikunyah karena sudah lembek seperti bubur. Ditambah dengan lauk pauk lainnya semakin menambah kenikmatan makanan khas ini.

Lauk pauk lainnya yang semakin menambah nikmatnya makan papeda adalah sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya muda dan cabai merah. Konon jika menyantap makanan ini kita akan terhindar dari penyakit malaria. Bisa jadi mungkin karena rasa pahit dari bunga pepaya, seperti pil kina  bisa menambah kekebalan tubuh jika penyakit malaria menyerang.